1. Syarat-syarat perencanaan jembatan yang
layak
1. Keadaan Batas Ultimit
Adalah aksi
yang diberikan pada jembatan yang menyebab-kan sebuah jembatan menjadi tidak
aman. Keadaan Batas ultimit terdiri dari :
a. Kehilangan
keseimbangan statis
b. Kerusakan
sebagian jembatan
c. Keadaan purna-elastis atau purna-tekuk
dimana satu bagian jembatan atau lebih mencapai kondisi runtuh
d. Kehancuran dari bahan fondasi yang
menyebabkan pergerakan yang berlebihan atau kehancuran bagian utama jembatan
2. Keadaan Batas Daya Layan
Keadaan Batas
Daya Layan akan tercapai jika reaksi jembatan sampai pada suatu nilai, sehingga
:
a. Tidak layak
pakai
b. Kekhawatiran umum terhadap keamanan
c. Pengurangan kekuatan
d. Pengurangan umur pelayanan
3. Umur rencana
Umur rencana
jembatan diperkirakan 50 tahun, kecuali :
a. Jembatan
sementara 20 tahun
b. Jembatan
khusus 100 tahun
4. Persyaratan pilar dan kepala jembatan
a. Gangguan
terhadap jalannya air terbatas/seminimal mungkin
b. Menghindarkan
tersangkutnya benda hanyutan
c. Memperkecil
rintangan bagi pelayaran
d. Letak
diusahakan sedapat mungkin sejajar dengan aliran arus banjir
5. Ruang bebas vertikal
Paling sedikit
1,0 m antara titik paling rendah bangunan atas jembatan dan tinggi muka air banjir
rencana pada keadaan batas ultimit.
6. Perkiraan banjir rencana
a. Tinggi muka
air banjir sesuai dengan debit banjir rencana
b. Untuk perhitungan gerusan, muka air harus
merupakan banjir rencana terendah sesuai
banjir rencana
c. Untuk perhitungan arus balik, muka air
harus merupakan banjir tertinggi sesuai banjir rencana
7. Persyaratan tahan gempa
Pertimbangan
yang harus diperhatikan dalam perencanaan tahan gempa :
a. Resiko
gerakan-gerakan
b. Reaksi
tanah terhadap gempa di lapangan
c. Sifat
reaksi dinamis dari seluruh struktur
8. Pokok-pokok perencanaan
Kriteria umum
a. Kekuatan
unsur struktural dan stabilitas keseluruhan
b. Kelayanan
struktural
c. Keawetan
Kemudahan konstruksi
d. Ekonomis
dapat diterima
f. Bentuk estetika
2. peraturan-peraturan legal dalam perencanaan jembatan
a. Pokok-pokok perencanaan
Perencanaan jembatan dapat
dilakukan menggunakan dua pendekatan dasar untuk menjamin keamanan struktural
yang diijinkan, yaitu Rencana Tegangan Kerja (WSD) dan Rencana Keadaan Batas
(Limit State). Struktur jembatan yang berfungsi paling tepat untuk suatu lokasi
tertentu adalah yang paling baik memenuhi pokok-pokok perencanaan berikut ini:
1. Kekuatan dan stabilitas
struktur
2. Kenyamanan bagi pengguna
jembatan
3. Ekonomis
4. Keawetan dan kelayakan jangka
panjang
5. Kemudahan pemeliharaan
6. Estetika
7. Dampak lingkungan pada tingkat
yang wajar dan cenderung minimal
Untuk memenuhi pokok-pokok
perencanaan tersebut, persyaratan dalam perencanaan harus dipenuhi sesuai dengan
ketentuan Peraturan perencanaan Jembatan BMS ’92 sebagai berikut:
1. Persyaratan umum perencanaan
2. Persyaratan Analisa Struktur
3. Persyaratan Perencanaan Pondasi
4. Persyaratan Perencanaan Elemen
Struktur Jembatan
Agar tingkat standar kualitas perencanaan
tertentu sesuai persyaratan dapat dicapai, maka panduan atau Manual Perencanaan
Jembatan (Bridge Design Manual) BMS ’92 harus menjadi pegangan dalam menetapkan
1. Metodologi Perencanaan
2. Pemilihan dan Perencanaan
Struktur Jembatan
3. Perencanaan Elemen Struktur
Jembatan
4. Perencanaan Pondasi, Dinding
Penahan Tanah dan Slope Protection
5. Dan lain sebagainya
b. Kriteria Perencanaan
1. Peraturan-peraturan yang
dipergunakan
2. Mutu material yang dipergunakan
3. Metode dan asumsi pada
perhitungan
4. Metode dan asumsi dalam
penentuan pemilihan type struktur atas, struktur bawah dan pondasi
5. Metode pengumpulan data
lapangan
6. Program komputer yang
dipergunakan dan validasi kehandalan yang dinyatakan dalam bentuk bench mark
terhadap contoh studi
7. Metode pengujian pondasi
c. Peraturan yang digunakan
1. Perencanaan struktur jembatan harus mengacu kepada
a. Peraturan Perencanaan Jembatan
(Bridge Design Code) BMS ’92
b. Manual Perencanaan Jembatan
(Bridge Design Manual) BMS ’92
c. peraturan lain yang relevan dan
disetujui oleh pemberi tugas, antara lain:
- Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Jembatan, SNI (Design Standard of Earthquake Resistance of Bridges)
- Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Jembatan Jalan Raya (SK.SNI T-14-1990-0.3)
- Pembebanan untuk Jembatan RSNI 4
- Peraturan Struktur Beton untuk Jembatan,
RSNI
- Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan,
ASNJ4
2. Perencanaan
jalan pendekat dan oprit harus mengacu kepada
a. Standar perencanaan jalan
pendekat jembatan (Pd T-11-2003)
b. Tata Cara Perencanaan Geometrik
Jalan Antar Kota, No.038/T/BM/1997
c. Petunjuk Perencanaan Tebal
Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metoda Analisa Komponen SNI 1732-1989-F
3. Untuk
perhitungan atau analisa harga satuan pekerjaan mengikuti ketentuan
a. Panduan Analisa Harga Satuan,
No. 028/T/Bm/1995, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum
3. Bagian-bagian dari konstruksi jembatan
1. Bangunan atas
Sesuai dengan istilahnya berada pada atas suatu jembatan yang berfungsi menerima beban yang di timbulkan oleh lalu-lintas, orang, kendaraan dan kemudian menyalurkannya pada bangunan bawah.
Sesuai dengan istilahnya berada pada atas suatu jembatan yang berfungsi menerima beban yang di timbulkan oleh lalu-lintas, orang, kendaraan dan kemudian menyalurkannya pada bangunan bawah.
2. Landasan
Landasan adalah bagian pada ujung-ujung bawah dari suatu bangunan atas yang berfungsi meneruskan gaya dari bangunan atas ke bangunan bawah dan juga sebagai tumpuan bangunan atas yang terletak di atas bangunan bawah.
Landasan adalah bagian pada ujung-ujung bawah dari suatu bangunan atas yang berfungsi meneruskan gaya dari bangunan atas ke bangunan bawah dan juga sebagai tumpuan bangunan atas yang terletak di atas bangunan bawah.
3. Bangunan Bawah
Bangunan bawah pada umumnya terletak di bagian bawah bangunan atas. Fungsinya menerima / memikul beban-beban yang di berikan bangunan atas dan kemudian menyalurkannya ke pondasi.
Yang termasuk bangunan bawah adalah :
a) Pilar (pier)
b) Abutment (Kepala jembatan)
c) Pondasi
Beban-beban tersebut selanjutnya oleh pondasi di salurkan ke tanah.
4. Pondasi
Berfungsi menerima beban-beban dari bangunan bawah dan menyalurkannya ke tanah. Secara umum pondasi dapat dibagi menjadi dua :
a) Pondasi dangkal atau pondasi langsung (Shallow Foundations)
b) Pondasi dalam atau pondasi tak langsung (Deep Foundations)
Dan jembatan mempunyai tiga bagian utama yaitu :
a) Bangunan atas (superstructure)
b) Bangunan bawah (substructure)
c) Pondasi
Berfungsi menerima beban-beban dari bangunan bawah dan menyalurkannya ke tanah. Secara umum pondasi dapat dibagi menjadi dua :
a) Pondasi dangkal atau pondasi langsung (Shallow Foundations)
b) Pondasi dalam atau pondasi tak langsung (Deep Foundations)
Dan jembatan mempunyai tiga bagian utama yaitu :
a) Bangunan atas (superstructure)
b) Bangunan bawah (substructure)
c) Pondasi
5. Oprit jembatan
Oprit jembatan berupa timbunan tanah dibelakang abutment. Timbunan tanah ini harus dibuat sepadat mungkin untuk menghindari terjadinya penurunan (settlement). Fungsinya sebagai jalan masuk ke jembatan dan merupakan lintasan penghubung antara jalan raya dengan jembatan.
Oprit jembatan berupa timbunan tanah dibelakang abutment. Timbunan tanah ini harus dibuat sepadat mungkin untuk menghindari terjadinya penurunan (settlement). Fungsinya sebagai jalan masuk ke jembatan dan merupakan lintasan penghubung antara jalan raya dengan jembatan.
6. Bangunan pengaman
Berfungsi sebagai pengaman
terhadap pengaruh air yang bersangkutan baik secara langsung maupun tak
langsung.
4. Bentuk-bentuk jembatan
1. Jembatan pasangan
batu dan batu bata
Jembatan pasangan batu dan
bata merupakan jembatan yang konstruksi utamanya terbuat dari batu dan bata.
Untuk membuat jembatan dengan batu dan bata umumnya konstruksi
jembatan harus dibuat melengkung. Seiring perkembangan jaman jembatan ini sudah
tidak digunakan lagi.
2. Jembatan beton bertulang dan
jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge)
Jembatan dengan beton bertulang pada umumnya hanya digunakan untuk bentang
jembatan yang pendek. Untuk bentang yang panjang seiring dengan perkembangan
jaman ditemukan beton prategang. Dengan beton prategang bentang jembatan yang
panjang dapat dibuat dengan mudah.
3. Jembatan lengkung (arch bridge)
Pelengkung adalah bentuk struktur
non linier yang mempunyai kemampuan sangat tinggi terhadap respon momen
lengkung. Yang membedakan bentuk pelengkung dengan bentuk – bentuk lainnya
adalah bahwa kedua perletakan ujungnya berupa sendi sehingga pada perletakan
tidak diijinkan adanya pergerakan kearah horisontal. Bentuk Jembatan lengkung
hanya bisa dipakai apabila tanah pendukung kuat dan stabil. Jembatan tipe
lengkung lebih efisien digunakan untuk jembatan dengan panjang bentang 100 –
300 meter.
4. Jembatan gelagar (beam bridge)
Jembatan bentuk gelagar terdiri
lebih dari satu gelagar tunggal yang terbuat dari beton, baja atau beton
prategang. Jembatan jenis ini dirangkai dengan menggunakan diafragma,
dan umumnya menyatu secara kaku dengan pelat yang merupakan lantai lalu lintas.
Jembatan ini digunakan untuk variasi panjang bentang 5 – 40 meter.
5. Jembatan cable-stayed
Jembatan cable-stayed menggunakan kabel sebagai elemen
pemikul lantai lalu lintas. Pada cable-stayedkabel langsung ditumpu
oleh tower. Jembatan cable-stayed merupakan
gelagar menerus dengan tower satu atau lebih yang terpasang
diatas pilar – pilar jembatan ditengah bentang. Jembatan cable-stayed memiliki
titik pusat massa yang relatif rendah posisinya sehingga jembatan tipe ini
sangat baik digunakan pada daerah dengan resiko gempa dan digunakan untuk
variasi panjang bentang 100 - 600 meter.
6. Jembatan gantung (suspension bridge)
Sistem struktur dasar jembatan gantung berupa kabel utama (main cable)
yang memikul kabel gantung (suspension bridge). Lantai lalu lintas
jembatan biasanya tidak terhubungkan langsung dengan pilar, karena prinsip
pemikulan gelagar terletak pada kabel.
Apabila terjadi beban angin dengan intensitas tinggi jembatan dapat ditutup
dan arus lalu lintas dihentikan. Hal ini untuk mencegah sulitnya mengemudi
kendaraan dalam goyangan yang tinggi. Pemasangan gelagar jembatan gantung
dilaksanakan setelah sistem kabel terpasang, dan kabel sekaligus merupakan
bagian dari struktur launching jembatan. Jembatan ini umumnya
digunakan untuk panjang bentang sampai 1400 meter.
5. Beban-beban yang bekerja dalam perencanaan
struktur jembatan
1.
Beban primer Beban primer terdiri dari:
a)
Beban Mati
b) Beban Hidup yang dikenal dengan
muatan – D untuk gelagar dan muatan – T untuk lantai kendaraan
c) Beban Kejut untuk faktor pengali muatan garis – P
d) Gaya akibat tekanan tanah
2. Beban sekunder Bekan sekunder yang direncanakan adalah
sebagai berikut:
a) Beban Angin
b) Beban akibat
perubahan suhu
c) Beban rem
dan traksi
d) Beban akibat
muai dan susut
e) Beban akibat
gaya gesekan pada tumpuan bergerak
f)
Beban gempa bumi (disesuaikan dengan Petunjuk Perencanaan Tahan Gempa untuk
Jembatan Jalan Raya 1986)
3. Beban khusus Beban khusus yang direncanakan adalah :
a) Beban akibat
tabrakan benda hanyut di sungai
b) Beban gaya
sentrifugal kendaraan di tikungan
c) Gaya
Tumbukan kendaraan pada pilar jembatan
d) Gaya dan
beban selama pelaksanaan konstruksi
e) Gaya
lainnya, seperti gaya angkat
sumber :
MUNA FITRI NABILAH
3TA03
15316166
I KADEK BAGUS WIDANA PUTRA