Kamis, 14 Maret 2019

JEMBATAN


1. Syarat-syarat perencanaan jembatan yang layak
1. Keadaan Batas Ultimit
Adalah aksi yang diberikan pada jembatan yang menyebab-kan sebuah jembatan menjadi tidak aman. Keadaan Batas ultimit terdiri dari :
a. Kehilangan keseimbangan statis
b. Kerusakan sebagian jembatan
c. Keadaan purna-elastis atau purna-tekuk dimana satu bagian jembatan atau lebih    mencapai kondisi runtuh
d. Kehancuran dari bahan fondasi yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan atau kehancuran bagian utama jembatan

2. Keadaan Batas Daya Layan
Keadaan Batas Daya Layan akan tercapai jika reaksi jembatan sampai pada suatu nilai, sehingga :
a. Tidak layak pakai
b. Kekhawatiran umum terhadap keamanan
c. Pengurangan kekuatan
d. Pengurangan umur pelayanan

3. Umur rencana
Umur rencana jembatan diperkirakan 50 tahun, kecuali :
a. Jembatan sementara 20 tahun
b. Jembatan khusus 100 tahun

4. Persyaratan pilar dan kepala jembatan
a. Gangguan terhadap jalannya air terbatas/seminimal mungkin
b. Menghindarkan tersangkutnya benda hanyutan
c. Memperkecil rintangan bagi pelayaran
d. Letak diusahakan sedapat mungkin sejajar dengan aliran arus banjir

5. Ruang bebas vertikal
Paling sedikit 1,0 m antara titik paling rendah bangunan atas jembatan dan tinggi muka air banjir rencana pada keadaan batas ultimit.

6. Perkiraan banjir rencana
a. Tinggi muka air banjir sesuai dengan debit banjir rencana
b. Untuk perhitungan gerusan, muka air harus merupakan banjir rencana terendah       sesuai banjir rencana
c. Untuk perhitungan arus balik, muka air harus merupakan banjir tertinggi sesuai banjir rencana

7. Persyaratan tahan gempa
Pertimbangan yang harus diperhatikan dalam perencanaan tahan gempa :
a. Resiko gerakan-gerakan
b. Reaksi tanah terhadap gempa di lapangan
c. Sifat reaksi dinamis dari seluruh struktur

8. Pokok-pokok perencanaan
Kriteria umum
a. Kekuatan unsur struktural dan stabilitas keseluruhan
b. Kelayanan struktural
c. Keawetan Kemudahan konstruksi
d. Ekonomis dapat diterima
f.  Bentuk estetika

2. peraturan-peraturan legal dalam perencanaan jembatan
a. Pokok-pokok perencanaan
Perencanaan jembatan dapat dilakukan menggunakan dua pendekatan dasar untuk menjamin keamanan struktural yang diijinkan, yaitu Rencana Tegangan Kerja (WSD) dan Rencana Keadaan Batas (Limit State). Struktur jembatan yang berfungsi paling tepat untuk suatu lokasi tertentu adalah yang paling baik memenuhi pokok-pokok perencanaan berikut ini:
1. Kekuatan dan stabilitas struktur
2. Kenyamanan bagi pengguna jembatan
3. Ekonomis
4. Keawetan dan kelayakan jangka panjang
5. Kemudahan pemeliharaan
6. Estetika
7. Dampak lingkungan pada tingkat yang wajar dan cenderung minimal
Untuk memenuhi pokok-pokok perencanaan tersebut, persyaratan dalam perencanaan harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan Peraturan perencanaan Jembatan BMS ’92 sebagai berikut:
1. Persyaratan umum perencanaan
2. Persyaratan Analisa Struktur
3. Persyaratan Perencanaan Pondasi
4. Persyaratan Perencanaan Elemen Struktur Jembatan
 Agar tingkat standar kualitas perencanaan tertentu sesuai persyaratan dapat dicapai, maka panduan atau Manual Perencanaan Jembatan (Bridge Design Manual) BMS ’92 harus menjadi pegangan dalam menetapkan
1. Metodologi Perencanaan
2. Pemilihan dan Perencanaan Struktur Jembatan
3. Perencanaan Elemen Struktur Jembatan
4. Perencanaan Pondasi, Dinding Penahan Tanah dan Slope Protection
5. Dan lain sebagainya

b. Kriteria Perencanaan
1. Peraturan-peraturan yang dipergunakan
2. Mutu material yang dipergunakan
3. Metode dan asumsi pada perhitungan
4. Metode dan asumsi dalam penentuan pemilihan type struktur atas, struktur bawah dan pondasi
5. Metode pengumpulan data lapangan
6. Program komputer yang dipergunakan dan validasi kehandalan yang dinyatakan dalam bentuk bench mark terhadap contoh studi
7. Metode pengujian pondasi

c. Peraturan yang digunakan
1. Perencanaan struktur jembatan harus mengacu kepada
a. Peraturan Perencanaan Jembatan (Bridge Design Code) BMS ’92
b. Manual Perencanaan Jembatan (Bridge Design Manual) BMS ’92
c. peraturan lain yang relevan dan disetujui oleh pemberi tugas, antara lain:
- Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan, SNI (Design Standard of Earthquake Resistance of Bridges)
 - Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan Jalan Raya (SK.SNI T-14-1990-0.3)
- Pembebanan untuk Jembatan RSNI 4
- Peraturan Struktur Beton untuk Jembatan, RSNI
- Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan, ASNJ4
2.  Perencanaan jalan pendekat dan oprit harus mengacu kepada
a. Standar perencanaan jalan pendekat jembatan (Pd T-11-2003)
b. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, No.038/T/BM/1997
c. Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metoda Analisa Komponen SNI 1732-1989-F
3.  Untuk perhitungan atau analisa harga satuan pekerjaan mengikuti ketentuan
a. Panduan Analisa Harga Satuan, No. 028/T/Bm/1995, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum



3. Bagian-bagian dari konstruksi jembatan



1. Bangunan atas
Sesuai dengan istilahnya berada pada atas suatu jembatan yang berfungsi menerima beban yang di timbulkan oleh lalu-lintas, orang, kendaraan dan kemudian menyalurkannya pada bangunan bawah.

2. Landasan
Landasan adalah bagian pada ujung-ujung bawah dari suatu bangunan atas yang berfungsi meneruskan gaya dari bangunan atas ke bangunan bawah dan juga sebagai tumpuan bangunan atas yang terletak di atas bangunan bawah.

3. Bangunan Bawah
Bangunan bawah pada umumnya terletak di bagian bawah bangunan atas. Fungsinya menerima / memikul beban-beban yang di berikan bangunan atas dan kemudian menyalurkannya ke pondasi.
Yang termasuk bangunan bawah adalah :
a) Pilar (pier)
b) Abutment (Kepala jembatan)
c) Pondasi
Beban-beban tersebut selanjutnya oleh pondasi di salurkan ke tanah.

4. Pondasi
Berfungsi menerima beban-beban dari bangunan bawah dan menyalurkannya ke tanah. Secara umum pondasi dapat dibagi menjadi dua :
a) Pondasi dangkal atau pondasi langsung (Shallow Foundations)
b) Pondasi dalam atau pondasi tak langsung (Deep Foundations)
Dan jembatan mempunyai tiga bagian utama yaitu :
a) Bangunan atas (superstructure)
b) Bangunan bawah (substructure)
c) Pondasi

5. Oprit jembatan
Oprit jembatan berupa timbunan tanah dibelakang abutment. Timbunan tanah ini harus dibuat sepadat mungkin untuk menghindari terjadinya penurunan (settlement). Fungsinya sebagai jalan masuk ke jembatan dan merupakan lintasan penghubung antara jalan raya dengan jembatan.

6. Bangunan pengaman
Berfungsi sebagai pengaman terhadap pengaruh air yang bersangkutan baik secara langsung maupun tak langsung.

4. Bentuk-bentuk jembatan
1. Jembatan pasangan batu dan batu bata

Jembatan pasangan batu dan bata merupakan jembatan yang konstruksi utamanya terbuat dari batu dan bata. Untuk membuat jembatan dengan  batu dan bata umumnya konstruksi jembatan harus dibuat melengkung. Seiring perkembangan jaman jembatan ini sudah tidak digunakan lagi.

2. Jembatan beton bertulang dan jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge)


Jembatan dengan beton bertulang pada umumnya hanya digunakan untuk bentang jembatan yang pendek. Untuk bentang yang panjang seiring dengan perkembangan jaman ditemukan beton prategang. Dengan beton prategang bentang jembatan yang panjang dapat dibuat dengan mudah.


3.  Jembatan lengkung (arch bridge)


Pelengkung adalah bentuk struktur non linier yang mempunyai kemampuan sangat tinggi terhadap respon momen lengkung. Yang membedakan bentuk pelengkung dengan bentuk – bentuk lainnya adalah bahwa kedua perletakan ujungnya berupa sendi sehingga pada perletakan tidak diijinkan adanya pergerakan kearah horisontal. Bentuk Jembatan lengkung hanya bisa dipakai apabila tanah pendukung kuat dan stabil. Jembatan tipe lengkung lebih efisien digunakan untuk jembatan dengan panjang bentang 100 – 300 meter.

4. Jembatan gelagar (beam bridge)
Jembatan bentuk gelagar terdiri lebih dari satu gelagar tunggal yang terbuat dari beton, baja atau beton prategang. Jembatan jenis ini dirangkai dengan menggunakan diafragma, dan umumnya menyatu secara kaku dengan pelat yang merupakan lantai lalu lintas. Jembatan ini digunakan untuk variasi panjang bentang 5 – 40 meter.


5. Jembatan cable-stayed
Jembatan cable-stayed menggunakan kabel sebagai elemen pemikul lantai lalu lintas. Pada cable-stayedkabel langsung ditumpu oleh tower. Jembatan cable-stayed merupakan gelagar menerus dengan tower satu atau lebih yang terpasang diatas pilar – pilar jembatan ditengah bentang. Jembatan cable-stayed memiliki titik pusat massa yang relatif rendah posisinya sehingga jembatan tipe ini sangat baik digunakan pada daerah dengan resiko gempa dan digunakan untuk variasi panjang bentang 100 - 600 meter.


6. Jembatan gantung (suspension bridge)
Sistem struktur dasar jembatan gantung berupa kabel utama (main cable) yang memikul kabel gantung (suspension bridge). Lantai lalu lintas jembatan biasanya tidak terhubungkan langsung dengan pilar, karena prinsip pemikulan gelagar terletak pada kabel.
Apabila terjadi beban angin dengan intensitas tinggi jembatan dapat ditutup dan arus lalu lintas dihentikan. Hal ini untuk mencegah sulitnya mengemudi kendaraan dalam goyangan yang tinggi. Pemasangan gelagar jembatan gantung dilaksanakan setelah sistem kabel terpasang, dan kabel sekaligus merupakan bagian dari struktur launching jembatan. Jembatan ini umumnya digunakan untuk panjang bentang sampai 1400 meter.

5. Beban-beban yang bekerja dalam perencanaan struktur jembatan
            1. Beban primer Beban primer terdiri dari:
                 a) Beban Mati
b) Beban Hidup yang dikenal dengan muatan – D untuk gelagar dan muatan – T untuk lantai kendaraan
c) Beban Kejut untuk faktor pengali muatan garis – P
d) Gaya akibat tekanan tanah

2. Beban sekunder Bekan sekunder yang direncanakan adalah sebagai berikut:
     a) Beban Angin
     b) Beban akibat perubahan suhu
     c) Beban rem dan traksi
     d) Beban akibat muai dan susut
     e) Beban akibat gaya gesekan pada tumpuan bergerak
     f) Beban gempa bumi (disesuaikan dengan Petunjuk Perencanaan Tahan Gempa untuk Jembatan Jalan Raya 1986)

3. Beban khusus Beban khusus yang direncanakan adalah :
     a) Beban akibat tabrakan benda hanyut di sungai
     b) Beban gaya sentrifugal kendaraan di tikungan
     c) Gaya Tumbukan kendaraan pada pilar jembatan
     d) Gaya dan beban selama pelaksanaan konstruksi
     e) Gaya lainnya, seperti gaya angkat

sumber :

MUNA FITRI NABILAH 
3TA03
15316166
I KADEK BAGUS WIDANA PUTRA 

Jumat, 09 November 2018

JURNAL (tugas 3)

KAJIAN PEMBANGUNAN
SISTEM DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN
DI KAWASAN PERUMAHAN
ABSTRAK

Pembangunan pada dasarnya akan mengubah kondisi
alam, pembentukan lahan perumahan akan membuat hasil kedap air dalam gangguan
keseimbangan hidrologi. Peningkatan limpasan karena penutupan lahan oleh
bangunan tempat tinggal harus dirancang agar alirannya tidak cepat hilang
tetapi masih bisa dikonversi menjadi cadangan air tanah. Penyiraman air hujan
(drainase) lingkungan perumahan yang ramah lingkungan membuatnya mengejar
sejumlah air limpasan (run off) yang dialirkannya. Trotoar saluran, halaman,
konstruksi jalan dan air merembes sumur resapan dengan RTH adalah sarana yang
dapat diandalkan untuk mewujudkan perumahan yang ramah lingkungan. Analisis hidrologi
diperlukan sebagai dasar untuk mengubah air hujan yang jatuh di daerah
pemukiman menjadi debit run-off yang dihasilkan. Dengan mendapatkan analisis
saluran limpasan debit limpasan selanjutnya dilakukan untuk mengevaluasi
penggunaan konstruksi saluran air yang memenuhi syarat yang memenuhi syarat
untuk dilakukan.

Kata kunci : sistem, drainase, lingkungan, perumahan

Pendahuluan

Penyaluran air hujan bersistem merupakan salah satu bentuk upaya peningkatan kualitas lingkungan seiring meningkatnya semangat pembangunan perkotaan. Alih fungsi lahan akan menghantarkan prilaku hidrologis kawasan menuju ketidakseimbangan yang biasanya diindikasikan oleh karena meningkatnya run off. Pengembangan
lahan terbangun sebagai indikator meningkatnya kegiatan perkotaan merupakan bagian dari proses perubahan lahan yang pada akhirnya akan meningkatkan aliran permukaan (surface run off). Fenomena dimana ada kejadian banjir di musim hujan dan krisis air di musim kemarau merupakan sebuah gejala dari ketidakseimbangan tersebut. Sejalan dengan semangat pembangunan perkotaan berbasis konservasi (green city), konsep penyaluran air hujan melalui pengaliran secepat mungkin ke badan pembuang sudah mulai ditinggalkan.
Pembangunan saluran drainase berwawasan lingkungan (SDBL) merupakan koreksi terhadap pengelolaan limpasan hujan yang boros tanpa kendali sehingga kurang mengindahkan tujuan konservasi air. Melalui pembangunan SDBL limpasan air dari daerah hulu dihambat sementara untuk memberikan kesempatan sebesar mungkin air meresap ke dalam tanah. Sementara di bagian hilir diupayakan aliran secepat mungkin untuk menghindari tumpukan air yang dapat berakibat banjir. Pembangunan sumur dan kolam resapan, saluran tidak kedap, penanaman pohon, pemakaian material lolos air untuk halaman atau jalan merupakan konsep yang dapat diterapkan untuk menyukseskan pembangunan SDBL.
Meningkatnya jumlah penduduk beserta kegiatan ekonominya akan berimbas pada kebutuhan lahan terutama untuk pembangunan perumahan. Dengan berbagai spesifikasinya, perumahan merupakan salah satu faktor yang dapat memicu peningkatan run-off. Semakin besar angka koefisien daerah bangunan (KDB) yang terjadi semakin besar pula volume run-off. Besarnya porsi pemanfaatan lahan untuk perumahan menggiring perhatian pemerintah untuk semaksimal mungkin mengurangi dampak peningkatan run off tersebut. Sistem drainase berikut kelengkapan penunjangnya perlu dirancang sedemikian rupa melibatkan berbagai perhitungan hidrologis dan aplikasi penggunaan materi lain yang berorientasi pada upaya konservasi.
Drainase
Pada dasarnya drainase berasal dari bahasa Inggris yaitu drainage yang mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang atau mengalihkan air. Drainase secara umum didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan dalam suatu konteks pemanfaatan tertentu. Atau dalam bidang teknik sipil, drainase adalah suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan atau lahan, sehingga fungsi kawasan atau lahan tidak terganggu. Drainase juga dapat diartikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan atau lahan, sehingga fungsi kawasan atau lahan tidak terganggu.
Drainase  Permukiman Berwawasan Lingkungan
Drainase permukiman merupakan sarana atau prasarana di permukiman untuk mengalirkan air hujan, dari suatu tempat ke tempat lain. Pengembangan permukiman di
perkotaan yang demikian pesatnya, mengakibatkan makin berkurangnya daerah resapan air hujan, karena meningkatnya luas daerah yang ditutupi oleh perkerasan dan mengakibatkan waktu berkumpulnya air (time of concentration) jauh lebih pendek, sehingga akumulasi air hujan yang terkumpul melampaui kapasitas drainase yang ada. Hal ini sering ditunjukan dengan terjadinya air yang meluap dari saluran drainase baik di perkotaan, maupun di permukiman secara khusus, sehingga terjadi genangan air bahkan akan terjadi banjir yang mengganggu aktivitas masyarakat.
Sedangkan drainase berwawasan lingkungan dapat diartikan sebagai upaya mengalirkan dan meresapkan sebagian air hujan yang mengalir melewati saluran-saluran air hujan pada suatu kawasan atau lahan. Selain fungsi lahan tersebut tidak terganggu akibat banjir, air yang meresap dapat dijadikan cadangan sumber air. Sunjoto, (1987) memberikan pengertian sistem drainase berwawasan lingkungan adalah usaha menampung air yang jatuh di atap pada suatu reservoir tertutup di halaman masing-masing atau secara kolektif untuk memberikan kesempatan air meresap ke dalam tanah dengan harapan sebanyak mungkin air hujan diresap ke dalam tanah.
Berdasarkan beberapa literatur dapat diketahui bahwa ciri-ciri drainase permukiman dapat terlihat dari kontruksinya yang dapat menyerapkan air (biasanya menggunakan pasangan batu kali), dimensi yang sesuai (dapat menampung, mengalirkan dan menyerapkan air hujan), dilengkapi sumur resapan, pemasangan paving blok di halaman atau pekarangan rumah dan jalan-jalan lingkungan dan adanya ruang terbuka hijau di kawasan tersebut.
Bentuk bangunan peresap dapat berupa :

sumur peresap, parit, peresap, perkerasan lulus air, saluran drainase berlubang, situ retensi di lapangan parkir dan sebagainya, dipilih berdasarkan tujuan penerapan bangunan peresap, kondisi alam dan lingkungan pada daerah sekitar rencana alokasi, aspek keamanan, estetika, dan biaya yang tersedia. Bangunan peresap ini berfungsi untuk : Mengimbangi perubahan penggunaan lahan, mengurangi banjir dan genangan local, mengurangi beban dan mencegah kerusakan sarana drinase permukaan, menambah cadangan cadangan air tanah sebagai usaha konservasi air.

Jenis Drainase Permukiman Berwawasan Lingkungan

Drainase Saluran

Fungsi saluran ini adalah untuk mengalirkan limpasan air hujan ke badan peresap. Dan tujuannya adalah untuk menjaga keseimbangan sistem tata air di lingkungan. Persyaratan umum drainase saluran adalah (1) Air yang masuk adalah air hujan yang tidak tercemar, bukan air limbah (2) mampu mengalirkan serta meresapkan sebagian air hujan kedalam tanah dengan kecepatan tertentu (3) dipasang di atas tanah yang stabil

Dalam drainase saluran ini terdapat kriteria yang mendukung terutama dalam hal konstruksi saluran sehingga dalam kecepatan pengalirannya masih mampu meresapkan air hujan. Beberapa kriteria dalam penggunaan konstruksi saluran dapat dilihat pada Tabel 1.

Drainase Sumuran/Sumur Resapan Air Hujan

Sumur Resapan Air Hujan (SRAH) adalah prasarana untuk menampung dan meresapkan air kedalam tanah. Air hujan yang ditampung dan diresapkan, berasal dari bidang tanah, atap bangunan dan permukaan tanah yang dikedapkan untuk menjaga keseimbangan sistem tata air di lingkungan permukiman. hanya menampung SRAH air hujan, bukan air limbah. Manfaat yang dapat diperoleh dengan pembuatan sumur resapan air antara lain : (1) mengurangi aliran permukaan dan mencegah terjadinya genangan air, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya banjir dan erosi, (2) mempertahankan tinggi muka air tanah dan menambah persediaan air tanah, (3) mengurangi atau menahan terjadinya intrusi air laut bagi daerah yang berdekatan dengan wilayah pantai, (4) mencegah penurunan atau amblasan lahan sebagai akibat pengambilan air tanah yang berlebihan, dan (5) mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah.

Pembahasan
Kondisi Wilayah Kajian
Wilayah kajian meliputi 3 perumahan yang ada di Kecamatan Ujung Berung Kota Bandung. Pengamatan di daerah ini karena memiliki keterikatan wilayah DAS hulu dari Sungai Cinambo yang saat ini sudah menjadi issue nasional karena sungai ini terletak di lokasi yang merupakan asset nasional peti kemas Gedebage. Sungai Cinambo ini sudah over capacity akibat tumpahan run off dari daerah hulunya yang semakin hari semakin membesar. Peruntukan perumahan merupakan dominasi terbesar yang menutupi hamparan DAS Cinambo bagian hulu ini termasuk didalamnya adalah 3 perumahan yang dijadikan kajian. Adapun 3 perumahan dimaksud adalah Graha Winaya di Kelurahan Pasirwangi, Pasanggrahan Endah di Kelurahan Pasanggrahan dan Restu Wisnu Nugraha di Kelurahan Pasirjati.

Pembangunan Drainase Saluran

Pembangunan drainase saluran sangat erat kaitannya dengan kemampuan struktur saluran dalam meresapkan air. Namun demikian, penggunaan konstruksi saluran juga harus disesuaikan dengan persyaratan hidrolis saluran terutama hubungannya dengan tingkat kecepatan pengaliran yang dihasilkan. Untuk mendapatkan rancangan struktur saluran ini diperoleh melalui serangkaian hitungan hidrologis sebagai berikut.

Analisa Debit Limpasan

Analisa hidrologi
Analisis hidrologi atau analisis curah hujan dalam perencanaan sistem jaringan drainase ini bertujuan untuk mendapatkan nilai curah hujan maksimum yang terjadi selama 24 jam (R 24). Untuk mendapatkan nilai curah hujan maksimum ini dilakukan melalui serangkaian perhitungan dengan menggunakan Metode Gumbel seperti dijelaskan pada rumus berikut :


Dimana :
Xt          : x yang terjadi dalam kala ulang t tahun, mm/hari atau mm/24 jam
X            : rata-rata dari data curah hujan(mm)
k             : konstansta
Sx          : standard deviasi



Dimana :
n            : jumlah data
Xi          : data maksimum setiap tahun
Sx :        standard deviasi

Analisa intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui nilai intensitas hujan yang akan diterima oleh saluran-saluran drainase di wilayah studi. Perhitungan intensitas curah hujan di wilayah studi dilakukan dengan menggunakan rumus Mononobe. Besar intensitas curah hujan sangat tergantung pada besarnya waktu konsentrasi (Tc) dari aliran limpasan di wilayah tersebut. Waktu konsentrasi hujan adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirnya air dari titik terjauh menuju suatu titik tertentu yang ditinjau pada daerah pengaliran. Perhitungan intensitas hujan dapat dihitung menggunakan rumus berikut ini.


Dimana :
 I               : Intensitas curah hujan (mm/jam) R24 : curah hujan maksimum yang terjadi
  selama 24 jam
 Tc              : waktu konsentrasi (jam)


Dimana :
L              : Panjang saluran dari titik yang terjauh sampai dengan titik yang  ditinjau(m)
S            : Kemiringan dasar saluran

Analisis Perhitungan Debit Limpasan (Q)
Air Limpasan/larian (run off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau, dan lautan. Air hujan yang tidak sempat masuk ke dalam tanah dan oleh karenanya mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah. Air larian berlangsung ketika jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi air ke dalam tanah. Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan debit limpasan (run off) sebagai masukan untuk arahan sistem drainase permukiman yang berwawasan lingkungan di wilayah studi. Perhitungan debit rencana untuk saluran drainase di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus rasional. Secara kuantitaif besarnya limpasan air permukaan dapat dihitung dengan menggunakan Metoda rasional, sebagai berikut :

Dengan :
Q            : debit puncak (m3/detik)
C            : koefisien pengaliran rata-rata di Daerah Tangkapan Air
 I             :Intensitas hujan (mm/jam)
A            : Luas daerah tangkapan air (ha)
Penggunaan Bahan Saluran Lolos Air

Penggunaan bahan saluran yang mampu meloloskan air hujan pada dasarnya harus tetap mengacu kepada persyaratan teknis hidrolis saluran terutama dilihat dari indikator kecepatan pengaliran dengan batas minimum 0,6 meter/detik sampai dengan batas maksimum 3,0 meter/detik. Dengan bahan saluran menggunakan pasangan batu kali diperoleh kecepatan seperti dijelaskan pada Tabel berikut :
Kesimpulan
Tujuan utama pembangunan drainase yang berwawasan lingkungan di kawasan perumahan adalah agar sarana yang dibangun tersebut mampu menyerapkan air hujan. Untuk mewujudkannya perlu didukung oleh kemampuan kawasan tersebut memenuhi sejumlah persyaratan yang diperlukan. Permeabilitas tanah yang tinggi adalah syarat utama berfungsinya pembangunan sarana yang lolos air. Berdasarkan data yang diperoleh, jenis tanah di daerah studi memiliki kemampuan meresapkan air ke dalam tanah. Dengan demikian, pembangunan drainase berwawasan lingkungan di kawasan perumahan yang diteliti dapat diwujudkan. Jika melihat besarnya kontribusi sarana drainase berwawasan lingkungan yang diberikan, maka pembangunan sumur resapan merupakan sarana yang paling efektif untuk dilakukan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa di daerah studi hanya menghasilkan beberapa unit sumur resapan yang dibutuhkan. Hal ini mengindikasikan jika jenis tanah mendukung pelolosan air ke dalam tanah maka tidak harus selalu sumur resapan dibangun pada setiap rumah, artinya bisa dibangun secara kolektif. Adapun RTH tetap harus dikembangkan untuk kepentingan lebih jauh seperti nilai estetika, sumber oksigen dan kenyaman lingkungan